Friday, May 15, 2009

Menggarami Burung Terbang


Tidur, cintaku, tidurlah tenang. Ingin kubisikkan ke mimpimu kisah dari seserpih waktu, tentang sebuah dusun yang dijiwai puisi sesuntuk hari. Tidur, ya, tidur. Bayangkan dirimu berbaring telentang di tanah lapang, diatas rerumputan, tengadah ke bintang-bintang. Pandangilah seksama serakan merjan nun jauh diangkasa kelam, tatap dan jangan dulu mengerjap, biarkan serbuk cahayanya mengendap di genangan malam, mengendap ke matamu yang menyimpan kilau danau berpalung dalam, lalu katupkan pelupukmu perlahan. Biarkan bencah-bencah cahaya itu melindap bagai kenangan, meresap ke serat-serat sanubari dan bemerkahan sebagai kelopak-kelopak mimpi.

Suatu waktu nanti, ketika aku dan kau sudah tak ada lagi, kisah yang kusampaikan padamu ini akan tinggal abadi. Gemanya akan terus ditimang angkasa yang tenang, lalu kata demi kata akan turun dalam setiap pundi embun, disaring halimun, diresapkan ke daun-daun, ke batang-batang pohonan, ke akar-akar ke tanah ke batu-batu, dan terajut pada setiap helai lumut. Dan manakala kisaran sang waktu sampai di satu noktah, dimana bertemu awal dan akhir langkah, kisah ini akan bersemi kembali, kelak ditemu anak-cucu dalam bentuknya yang baru.
Dan akan selalu begitu cintaku. Selalu.

Menggarami Burung Terbang
-Sitok Srengenge-

0 berkata: