gegaris wajah penat, aku terlentang di rerumput padang ilalang, atau lekuk-lekuk perahu, mudik menatap ke hulu, aku tahu di hilir itu pernah kau titip sebuah kucupan, menyerah semua harapan, yang masih setia ku simpan
waktu bagai awan, bawaku menjauh dari harum keringatmu, dengan mata berkaca meninggalkan segala kisah, diantara titisan embun, pada reranting kayu, di dedaunan berselerak yang kusam menunggu
ku tuntut tibanya malam, menadah jemari ke langit kelam, pada saat dedaunan kenangan itu jatuh, gerimis luruh berderai, pada sepatu kayu, di celah-celah batu, pada rekah-rekah tanah dan pada lebaran sebuah sejadah
aku ingin menujumu, lalu ku bawa sekerat rindu, yang terlanjur berselerak, disepanjang garis batas waktu, dimana awan tidak lagi terkandung kelam, dipersimpangan awal dan akhir bicara, diwaktu malaikat menjemput nyawa...
ibu amanlah kau di sana.
mak, boi rindu mak